...Kisah Sebuah Bejana

Suatu hari ada sebuah bejana yang bentuknya sangat biasa, bejana itu sudah tampak kusam dan ada goresan di sana-sini. Bahkan di bagian bawah bejana itu terdapat sebuah lubang yang membuatnya tidak dapat dipakai untuk menampung air. Lalu seorang penjunan bertanya kepada bejana itu,
“Maukah engkau aku ubahkan menjadi sebuah bejana yang indah yang akan dikagumi dan digunakan untuk hal-hal yang mulia?”
Namun bejana itu ragu untuk menjawab, sebab sebagian hatinya sudah pasrah akan kondisinya sekarang. Tetapi bagian hatinya yang lain mendorong bejana itu untuk bertanya,
“tapi bagaimana aku dapat diubahkan? Aku sudah berbentuk seperti ini. Andaikan aku dibersihkan dan lubangku ditambal pun, bentukku tak akan berubah. Tetap bejana biasa yang tak akan dipandang orang.”
Lalu penjunan itu menjawab,
“aku harus menghancurkanmu dulu menjadi tanah liat yang dapat kubentuk. Dan aku akan membentukmu menjadi bentuk paling indah yang akan pernah ada. Setelah itu aku akan membakarmu hingga kamu menjadi bejana dengan kualitas terbaik yang pernah ada.”
Jawaban itu sangat melemahkan hati si bejana, namun ia melihat hanya itu harapannya. Akhirnya ia menjawab, “Ya, Tuan. Aku mau. Bentuk aku, sekalipun akan menyakitkan namun aku tahu itu yang terbaik untukku.”
Penjunan itu lalu mulai menghancurkan bejana itu. Tetapi ketika bejana itu dihancurkan, ia melihat bahwa bahkan kini ia tidak lagi berbentuk bejana. Hatinya menjadi sangat cemas apakah ia akan menjadi bejana yang benar-benar indah ataukah hancur berantakan untuk selamanya.
Penjunannya mengetahui isi hati bejana itu dan ia berkata ,
”jangan takut hai bejana, percayalah aku sedang membuatmu menjadi yang terbaik, tetapi perlu kau ketahui hal-hal yang baik adalah musuh dari yang terbaik. Mungkin keadaanmu sebelumnya baik-baik saja, tapi jika kau memilih yang baik, kau tidak akan pernah menjadi yang terbaik.”
Akhirnya si bejana itu kembali tenang mendengar jawab sang penjunan.
Setelah selesai dihancurkan, penjunan itu pun mulai membentuk si bejana. Ia meremas-remas tanah liat itu untuk membuat suatu bentuk yang indah, tetapi si bejana (yg skrg berupa tanah liat) mulai kesakitan. Ia mulai berontak dari tangan sang penjunan dan akibatnya ia merusak bentuk yang hampir jadi tadi. Ia amat menyesal dan berkata
”Maafkan aku, Tuan. Aku tahu seharusnya aku tak berontak dan tetap dalam rencana-Mu. Tapi kini bagian yang sedang kau bentuk menjadi rusak karena ketidaktaatanku dan susah hatiku karenanya. Apakah aku masih dapat diperbaiki tuan?”
Sang penjunan itu menjawab dengan sabar,
“Selama engkau mau kembali dibentuk olehku, aku selalu dapat mengubahmu. Janganlah lagi kamu menyalahkan dirimu karena aku pun tak menyalahkanmu.”
Bejana itu pun menjadi tenang dan kini ia semakin berserah pada sang penjunan.
Kini bejana itu pun telah kembali terbentuk dan memang bentuknya sangat indah. Bejana itu pun menjadi sangat bangga dan ia memamerkan dirinya. Tetapi ada bejana lain mengejeknya,
“Memang bentukmu sudah indah. Tapi apakah kau kuat menampung air? Dan apakah kau tahan untuk dibanting?”
Bejana itu pun sadar bahwa dirinya belum sempurna, ia belum dibakar dengan api untuk membuatnya menjadi kokoh. Sang penjunan itu pun berkata pada si bejana,
“Belum saatnya bagimu untuk benar-benar berfungsi sebagai bejana. Bersabarlah, mungkin proses ini agak panjang, tetapi tidak ada gunanya engkau memaksakan dirimu. Itu hanya akan menghancurkan dirimu. Aku telah menyiapkan saat yang tepat bagimu. Bersabarlah menanti saat itu”
Kini tahap terakhir dalam pembentukan bejana itu pun tiba. Bejana itu harus dimasukkan ke dalam api untuk dimurnikan. Bejana itu menjadi takut melihat api yang menyala-nyala itu dan ia bertanya kepada sang penjunan,
“Tuan, bolehkah aku tidak dibakar. Aku takut melihat api yang menyala-nyala itu. Tentunya aku akan menjadi hangus dan hancur.”
Tetapi sang penjunan itu berkata,
“Tidak, bejana. Aku tahu engkau takut melihat api itu. Tapi kau tidak terbuat dari bahan yang akan hancur dalam api, kau akan menjadi bejana yang tahan uji setelah keluar dari api itu. Hanya pesanku, kuatkanlah hatimu, bersabarlah dalam penderitaan, dan tetaplah dalam imanmu untuk menjadi bejana yang sempurna.”
Akhirnya bejana itu pun dimasukkan dalam api, ia berteriak-teriak meminta pertolongan tuannya. Karena sangat sakit berada dalam perapian itu. Sang penjunan hanya menjawab,
“Dengan mengeluarkanmu dari sana, aku hanya akan membuatmu menjadi produk yang cacat. Percayalah aku tahu yang terbaik bagimu.”
Bejana itu pun mulai menangis, “aku tidak tahan lagi, rasanya sakit sekali.”
Sang penjunan menghiburnya,
“tahukah kau bahwa emas murni sangat mahal harganya? Lebih mahal dari emas biasa karena ia telah dimurnikan, dan caranya sama denganmu yaitu dengan dibakar.”
Bejana itu pun kembali menguatkan hatinya.
Proses pembakaran itu pun selesai. Dan bejana itu pun keluar. Kini ia menjadi sebuah bejana terindah yang ada karena ia telah membayar harganya. Orang-orang pun berdatangan dan mereka memuji-muji bejana itu. Awalnya bejana itu hendak menjawab dengan sombong, namun kemudian dia ingat bahwa yang membuatnya menjadi demikian indah adalah sang penjunan. Bagiannya hanyalah menuruti sang penjunan. Karena itu bejana itu menjawab demikian,
“aku menjadi bejana yang indah dan tahan uji hanya karena kepiawaian tuan penjunan. Tanpanya aku hanyalah sebuah bejana biasa yang tidak dipandang bahkan oleh sebelah mata. Karenanya kurasa segala pujian itu lebih pantas baginya.”

No comments:

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Powered by Blogger.